Jumat, 26 April 2013
;
<iframe src="http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/20005804" width="476" height="400" frameborder="0" marginwidth="0" marginheight="0" scrolling="no"></iframe>
analisa Putusan KPPU No. 03/KPPU-L/I/2000 PT indomarco Prismatama
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Di era yang berkembang ini, perkembangan
industri Indonesia semakinlah semarak. Kehadiran industri ritel telah
memberikan corak tersendiri bagi perkembangan industri ritel di Indonesia.
Aktivitas Industri ritel ini mewujudkan aktivitasnya dalam bentuk minimarket,
supermarket, bahkan hypermarket yang kini bertebaran di setiap kota di
Indonesia. Pelaku usaha ini, bagi konsumen memang sangat menggembirakan, konsumen
dimanjakan dengan berbagai hal positif. Hal ini dapat kita tinjau dengan adanya
kenyamanan saat berbelanja, keamanan, kemudahan, variasi produk yang semakin
beragam, kualitas produk yang terus meningkat dan harga produk yang menjadi
lebih murah karena adanya persaingan. Namun, disisi lain industry ritel, juga
mendatangkan persoalan tersendiri berupa tidak sedikitnya tersingkirnya usaha
kecil yang merupakan salah satu mata pencarian mereka. Permasalahan ini dari
waktu ke waktu terus mengemuka dan semakin serius.
Adapun kasus yang berkaitan dengan tersingkirnya
pelaku usaha ritel tradisional oleh pelaku usaha ritel modern adalah salah
satunya kasus Indomaret (Putusan KPPU No. 03/KPPU-L/I/2000) dengan duduk
perkara sebagai berikut:
Pada tanggal 12 April 2000, lembaga
swadaya masyarakat melapor terhadap pihak komisi KPPU yang diterima pada
tanggal 9 Agustus 2000. Lembaga swadaya masyarakat ini yang selanjutnya disebut
sebagai pelapor, mengadakan wawancara langsung kepada 429 orang pengusaha kecil
atau pemilik warung yang dianggap mewakili seluruh pemilik warung di wilayah
Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi (Jabotabek). 129 pegusaha kecil yang
diwawancarai tersebut menyatakan berdirinya Swalayan Indomaret mempunyai dampak
negative terhadap usaha mereka, yaitu:[1]
1. Penghasilan
atau omset penjualan yang menjadi turun drastic;
2. Banyak
usaha kecil yang tutup atau tidak berjualan lagi karena kalah bersaing dalam
harga dan pelayanan dengan Toko Swalayan Indomaret;
3. Biaya
kehidupan rumah tangga mereka terancam, karena sebelumnya warung tersebut
merupakan mata pencarian untuk biaya kehidupan sehari-hari.
PT. Indomarco Pristama, sebagai pemilik dan pemegang
hak merek dagang “Indomaret” untuk usaha ecerannya dalam bentuk baik toko
swalayan milik sendiri maupun took swalayan dengan system waralaba, selanjutnya
disebut sebagai terlapor, mengajak bergabung para pihak yang memiliki gedung
dan dana investasi sebesar kurang lebih Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta
rupiah) untuk mendirikan toko swalayan dalam jaringan eceran toko swalayan
Indomaret yang berjualan produk kebutuhan sehari-hari masyarakat. Toko swalayan
Indomaret tersebut, akan mendapat dukungan pasokan produk yang diproduksi oleh
PT. Indomarco yang telah menguasai 600 supplier dengan 3.000 item produk yang
berkualitas. Toko swalayan Indomaret berdiri pada tanggal 17 Agustus 1998 dan
sejak saat ini (tahun 2000) di wilayah Jabotabek telah berdiri 290 toko
swalayan Indomaret dan akan direncanakan akan berdiri 2000 toko swalayan
Indomaret yang berlokasi di tingkat kecamatan sampai kelurahan di seluruh
Jabotabek.
Kemudian pada tanggal 25 Bulan September Tahun 2000,
Direkur Eksekutif mengeluarkan surat Nomor: 53/KPPU Set/IX/2005 untuk
memberitahukan kepada saksi pelapor agar melengkapi substansi laporannya sesuai
dengan ketentuan dalam Keputusan Komisi Nomor 05/KPPU/Kep/IX/2000 tentang Tata
Cara Penyampaian Laporan dan Penanganan Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999. Oleh karena sampai batas waktu yang telah ditentukan saksi pelapor tidak menyampaikan
laporannya, komisi memutuskan untuk mencatat dan memasukkan Laporan Saksi ke
dalam Daftar Monitoring. Komisi menemukan adanya keresahan social yang
disebabkan oleh praktek usaha Terlapor disamping dugaan pelanggaran yang
dilaporkan atas Pasal 15, Pasal 22, dan Pasal 25 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pada
tanggal 9 November 2000, Laporan Saksi Pelapor menjadi lengkap setelah
dilakukan monitoring kemudian, komisi membuka kembali kasus laporan tersebut
menjadi Kasus Inisiatif Komisi.
Dalam melakukan pemeriksaan pendahuluan, [2]komisi
membentuk tim pemeriksa yang terdiri dari Dr. Sutrisno Iwantono, MA sebagai
Ketua Tim Pemeriksa, Prof.Dr.Didik J.Rachbini, dan Erwin Syahril, SH yang masing-masing
sebagai Anggota Tim. Setelah melakukan pemeriksaan pendahuluan dari tanggal 10
November 2000, sampai dengan tanggal 22 Desember 2000, Tim Pemeriksa tidak
menemukan bukti yang cukup terkait adanya pelanggaran yang dilakukan oleh
Terlapor atas Pasal 15, Pasal 22, dan
Pasal 25, Undang-undang No.5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adanya
rekomendasi dari Tim Pemeriksa untuk melakukan Pemeriksaan Lanjutan komisi
kemudian menetapkan untuk menerima dan melakukan Pemeriksaan Lanjutan
dibentuklah Majelis Komisi oleh Komisi yang terdiri dari Dr. Ir. Sutrisno
Irvantono, MA sebagai Ketua Majelis Komisi, Prof. Dr. Didik J. Rchbini, Erwin
Syahril, S.H., dan Dr. Pande Radja Silalahi, masing – masing sebagai Anggota
Majelis Komisi.
Selanjutnya Majelis Komisi melakukan pemeriksaan
lanjutan yang dimulai sejak tanggal 2 Januari 2001 sampai tanggal 28 Maret 2001
dan diperpanjang sampai tanggal 17 Mei 2001. Di dalam pemeriksaan lanjutan
tersebut, Majelis Komisi telah memeriksa 100 dokumen yng terdiri dari 7 dokumen
saksi pelapor, 29 dokumen terlapor, 55 dokumen saksi – saksi, dan 9 dokumen
saksi – saksi pemerintah. disamping
Terlapor, Majelis Komisi juga telah mendengar keterangan dari 63 orang Saksi
yang identitas lengkapnya ada pada Majelis Komisi, yang terdiri dari 7 Pelaku
Usaha Minimarket, 45 Pemilik Warung Kecil di sekitar Toko Swalayan Indomaret, 3
Pejabat Pemerintah, 2 Distributor Utama, 4 Pelaku Usaha Eceran Menengah dan
Besar, 1 Pelaku Usaha Koperasi, dan 1
Pelaku Usaha sebagai Produsen. Majelis Komisi juga telah meneliti dokumen hasil
Penyelidikan Tim Penyelidik tentang Pendapat Konsumen Toko Swalayan Indomaret,
serta meneliti dokumen hasil penyelidikan Tim Penyelidik terhadap sejumlah
warung - warung dan minimarket di sekitar Toko Swalayan Indomaret di wilayah
Jakarta, Bekasi, dan Tangerang. Setelah melakukan pemeriksaan lanjutan,
terlapor tidak menyalahi Pasal 15, 22, dan 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Dari sinilah kelompok kami tertarik untuk menganalisis Putusan
KPPU No. 03/KPPU-L/I/2000
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah putusan yang
dijatuhkan kepada terlapor dalam putusan nomor
03/KPPU-L-I/2000 sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
2.
Bagaimana dampak Putusan Nomor 03/KPPU-L-I/2000 terhadap pelaku
usaha yang lain
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan
yang hendak dicapai dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1
Tujuan
umum dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk
memenuhi dan melengkapi salah satu tugas dan syarat yang harus dipenuhi guna
memenuhi nilai mata kuliah Hukum Persaingan Usaha
2. Sebagai
salah satu sarana untuk mengembangkan dan sebagai usaha penerapan ilmu
pengetahuan yang diperoleh diperkuliahan dengan praktek yang terjadi didalam
kehidupan masyarakat.
3. Untuk
memberikan sumbangan pemikiran dan wawasan yang berguna bagi mahasiswa Fakultas
Hukum dan Almamater.
1.3.2 Tujuan Khusus
Penulisan Makalah ini
mempunyai tujuan khusus, yaitu:
1. Untuk
menganalis kesesuaian putusan yang dijatuhkan
kepada terlapor dalam Putusan Nomor 03/KPPU-L-I/2000.
2. Untuk
mengetahui dampak yang diakibatkan oleh putusan tersebut terhadap pelaku usaha
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Perjanjian
Tertutup
[3]Perjanjian
yang dapat membatasi kebebasan pelaku usaha tertentu untuk memilis sendiri
pembeli, penjual atau pemasok disebut dengan istilah perjanjian tertutup. Perjanjian
tertutup adalah perjanjian yang mengondisikan bahwa pemasok dari suatu produk
akan menjual produknya hanya jika pembeli tidak akan membeli produk pesaingnya
atau untuk memastikan bahwa seluruh produk tidak akan tersalur kepada pihak
lain. Seorang pembeli (biasanya distributor) melalui perjanjian tertutup
mengondisikan bahwa penjual atau pemasok produk tidak akan dijual atau memasok
setiap produknya kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perjanjian tertutup
yang diatur didalam Pasal 15 adalah sebagai berikut:
(1) Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok
atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada phak tertentu
dan atau pada tempat tertentu.
(2) Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus
bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelau usaha pemasok.
(3) Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu
atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang
menerima barang dan atau jasa dari pelaku pemasok:
a. Harus
bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau
b. Tidak
akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain
yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
2.2
Persekongkolan
Pasal
1 angka 8 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
menjelaskan bahwa persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku
usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan
bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol. Terdapat tiga bentuk kegiatan
persengkokolan yang dilarang oleh Undnag-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang sebagaimana
diatur didalam Pasal 22, 23 dan Pasal 24.
Pasal
22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang bersengkokol
dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender, sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pihak lain disini
tidak hanya terbatas hanya pemerintah saja, bisa swasta atau pelaku usaha yang
ikut serta dalam tender yang bersangkutan. Kegiatan bersengkokol menentukan
pemenang tender jelas merupakan perbuatan curang, karena pada dasarnya tender
dan pemenangnya tidak diatur dan bersifat rahasia[4].
2.3
Posisi Dominan
Dikemukakan
dalam Pasal 1 angka 4 oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatkan bahwa posisi
dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti
dipasar yang bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau
pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya dipasar yang
bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada
pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau
permintaan barang atau jasa tertentu.
Lebih
lanjut, dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan
bahwa suatu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dianggap memiliki posisi
dominan apabila
1. Satu
pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen)
atau lebih pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu; atau
2. Dua
atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh
lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Jika posisi dominan terkait dengan
penguasaan pasar atas jenis barang atau jasa tertentu dipasar bersangkutan oleh
satu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha sebesar 50% atau lebih, atau dua
atau tiga pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha sebesar 75% atau lebih, hal ini akan mengakibatkan hanya
ada satu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar
yang bersangkutan. Penguasaan pasar yang demikian dinamakan “posisi dominan”.
2.4
Pendekatan Persaingan Usaha
2.4.1
Per
Se Ilegal
[5]Pendekatan
Per Se disebut juga dengan Per Se Ilegal, Per Se Rules, Per Se Doctrine dan
juga Per Se Violation. Larangan yang bersifat Per Se adalah larangan yang
bersifat jelas, tegas, dan mutlak dalam rangka member kepastian bagi para
pelaku usaha. Larangan ini bersifat tegas dan mutlak disebabkan perilaku yang
sangat mungkin merusak persaingan sehingga tidak perlu lagi melakukan pembutian
akibat perbuatan tersebut. Tegasnya pendekatan per se melihat perilaku atau
tindakan yang dilakukan adalah bertentangan dengan hukum.
Pendekatan
per se illegal harus memenuhi dua syarat:
1. Harus
ditujukan lebih kepada perilaku bisnis daripada situasi pasar, karena keputusan
melawan hukum dijatuhkan tanpa disertai pemeriksaan lebih lanjut.
2. Adanya
identifikasi secara cepat dan mudah mengenai praktek atau batasan perilaku yang
terlarang.
2.4.2
Rule
Of Reason
Pendekatan
rule of reason adalah kebalikan per se illegal. Dalam pendekatan ini hukuman
terhadap perbuatan yang dituduhkan melanggar hukum persaingan harus
mempertimbangkan situasi dan kondisi kasus. Dengan kata lain, teori rule of
reason mengharuskan pembuktian, mengevaluasi mengenai akibat perjanjian, kegiatan,
atau posisi dominan tertentu guna menemukan apakah perjanjian atau kegiatan
tersebut menghambat atau mendukung persaingan[6].
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Pengaturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek monopoli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat Terhadap Putusan Nomor 03/Kppu-L-I/2000 Tentang Indakasi
Perbuatan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh PT Indomarko
Prismatama.
Terlapor adalah PT. Indomarco Prismatama, yang beralamat di Jl. Ancol I No.9 10,
Ancol Barat Jakarta 14430, sebagai pemilik dan pemegang hak merek dagang untuk
usaha ecerannya dalam bentuk baik toko swalayan milik sendiri maupun toko
swalayan dengan sistem waralaba.
Saksi
Pelapor : Sebuah lembaga swadaya masyarakat
Duduk
Perkara:
a. Bahwa Tim Survei Saksi Pelapor telah mengadakan wawancara
langsung kepada 429 orang pengusaha kecil/pemilik warung yang dianggap mewakili
seluruh pemilik warung di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek);
b. Bahwa sebagian besar dari 129 pengusaha kecil yang
diwawancarai tersebut menyatakan berdirinya Swalayan Indomaret mempunyai dampak
negatif terhadap usaha mereka, yaitu berupa:
1.
Penghasilan atau omset penjualan menjadi turun drastis;
2. Banyak usaha kecil yang tutup atau tidak berjualan
lagi karena kalah bersaing dalam harga dan pelayanan dengan Toko Swalayan
Indomaret;
3. Biaya
kehidupan rumah tangga mereka terancam, karena sebelumnya warung tersebut
merupakan mata pencarian untuk biaya kehidupan sehari hari.
c. Bahwa Terlapor mengajak bergabung para pihak yang
memiliki gedung dan dana investasi .+300 juta rupiah dengan membagikan brosur
untuk mendirikan Toko Swalayan dalam jaringan eceran Toko Swalayan Indomaret
yang menjual produk-produk kebutuhan pokok sehari hari masyarakat. Maka bagi
pihak yang berminat dapat mengisi formulir, dan apabila kedua belah pihak
sepakat, dapat didirikan Toko Swalayan Indomaret dengan sistem waralaba. Toko
Swalayan Indomaret tersebut akan mendapat dukungan pasokan produk-produk yang
diproduksi oleh PT. Indomarco (Salim Group menurut Saksi Pelapor) yang telah
menguasai 600 supplier dengan + 3.000 item produk berkualitas;
d. Bahwa sejak berdirinya Toko Swalayan Indomaret tanggal 17
Agustus 1998 sampai dengan saat ini di wilayah Jabotabek telah berdiri 290 Toko
Swalayan Indomaret dan direncanakan akan berdiri 2000 Toko Swalayan Indomaret
yang berlokasi di tingkat kecamatan sampai kelurahan di seluruh Jabotabek;
e. Bahwa Saksi Pelapor berkesimpulan:
1. Keberadaan Indomaret tersebut mempunyai dampak merugikan
pengusaha kecil yang ada disekitarnya, di setiap satu Toko Swalayan Indomaret.
Padahal di sekitarnya diperkirakan ada 10 usaha kecil, maka apabila ada 290
Toko Swalayan Indomaret akibatnya 2900 usaha kecil terancam mati, karena kalah
bersaing dengan harga dan kenyamanan yang disediakan oleh Indomaret. Apabila
dibiarkan rencana berdirinya sampai 2000 Toko Swalayan Indomaret, maka
diperkirakan 20.000 usaha kecil yang berada di Jabotabek akan mati atau minimal
80.000 orang masyarakat miskin tambah melarat, resah kehilangan mata
pencaharian;
2. Sistem yang diterapkan oleh PT. Indomarco adalah pemegang
hak merek Swalayan Indomaret dan jaminan pemasokan barang dagangan dengan harga
distributor. Sedangkan pewaralaba berkewajiban menyiapkan gedung dan investasi
+ 300 juta (termasuk untuk Franchise Fee Rp.82,5 juta yang diberikan kepada PT.
Indomarco);
3. Swalayan Indomaret tersebut telah atau diduga oleh Saksi
Pelapor melanggar Undang-Undang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat pada Pasal 1 Ayat 4. Maksud dari posisi dominan yaitu: menguasai pangsa
pasar karena kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan. Pasal 1 Ayat 8
persekongkolan menguasai pasar untuk kepentingan pelaku usaha yang
bersekongkol, sehingga dilarang sesuai Pasal 22 tentang persekongkolan dan
pasal 25 tentang posisi dominan, kemudian Pasal 15 tentang larangan membuat
persyaratan pemasokan dari pelaku usaha tertentu;
f. Bahwa berdasarkan uraian di atas, Saksi
Pelapor mengharap kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk melakukan
penelitian dan atau pemeriksaan lebih lanjut atas kasus yang dilaporkannya.
Pada
tanggal 4 Juli 2001 Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) telah memutuskan
atas PT Indomarco Prismatama atas dugaan praktek Monopoli dan Persaingan usaha
tidak sehat pada Duduk perkara No. 03/KPPU-L-I/2000 adalah PT. Indomarco
Prismatama[7]
dalam menjalankan usahanya berupa pendirian minimarket bernama Indomaret telah
mengakibatkan tersingkirnya warung tradisional di sekitar lokasi dimana minimarket
Indomaret berada sehingga Pelapor mengidikasikan usaha PT Indomarco Prismatama kedalam pasal 1 ayat 4
dan ayat 8, pasal 22,pasal 25 dan pasal
15 Undang- Undang No. 5/1999 . Laporan Saksi Pelapor telah diteliti oleh
Sekretariat Komisi, dan dinyatakan bahwa Laporan belum lengkap, selanjutnya
Direktur Eksekutif dengan Suratnya Nomor: 53/KPPU Set/lX/2000 tanggal 25
September 2000 memberitahukan kepada Saksi Pelapor untuk melengkapi substansi
laporannya sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Komisi Nomor
05/KPPU/Kep/IX/2000 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan dan Penanganan
Terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, setelah batas waktu yang telah
ditentukan Saksi Pelapor tidak menyampaikan Laporannya, Komisi memutuskan untuk
mencatat dan memasukkan Laporan Saksi Pelapor ke dalam Daftar Monitoring. Oleh
karena itu keberadaan Indomaret harus ditinjau kembali. Dalam pandangan Majelis
Komisi dalam putusannya, PT. Indomarco Prismatama dipandang telah mengabaikan
Pasal 2 dan Pasal 3 Undang- Undang No. 5/1999 tentang Asas dan Tujuan, yaitu
bahwa PT. Indomarco Prismatama dalam menjalankan kegiatan usahanya kurang
memperhatikan asas demokrasi ekonomi dan kurang memperhatikan keseimbangan
antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan umum. Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, maka
Majelis Komisi pada tanggal 4 Juli 2001 telah mengambil putusan terhadap
perkara tersebut. Putusan yang diambil KPPU adalah:
1.
Menyatakan bahwa PT.
Indomarco Prismatama dalam pengembangan usahanya kurang memperhatikan prinsip
keseimbangan sesuai asas demokrasi ekonomi dalam menumbuhkan persaingan sehat
antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan umum.
2.
Memerintahkan kepada PT.
Indomarco Prismatama untuk menghentikan ekspansinya di pasar-pasar tradisional
yang berhadapan langsung dengan pengecer kecil dalam rangka mewujudkan
keseimbangan-keseimbangan persaingan antar pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah, dan pelaku usaha kecil.
3.
Menyatakan bahjwa PT.
Indomarco Prismatama dalam mengembangkan usahanya untuk melibatkan masyarakat
setempat diantaranya dengan memperbesar porsi kegiatan waralaba.
4.
Merekomendasikan kepada
pemerintah untuk segera menyempurnakan dan mengefektifkan pelaksanaan peraturan
dan langkah-langkah kebijakan yang meliputi antara lain dan tidak terbatas pada
kebijakan lokasi dan tata ruang, perizinan, jam buka, dan lingkungan sosial.
5.
Merekomendasikan kepada
Pemerintah segera melakukan pembinaan dan pemberdayaan usaha kecil menengah
atau pengecer kecil agar memiliki daya saing lebih tinggi dan dapat berusaha secara
berdampingan dengan usaha-usaha menengah atau besar.
6.
Menyatakan untuk melakukan pengkajian,
monitoring, dan penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan adanya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh
pelaku-pelaku usaha yang terkait dengan usaha eceran dalam jalur vertikal
termasuk dugaan praktek diskriminasi harga dan perjanjian tertutup. Terhadap
Putusan KPPU tersebut, pimpinan PT. Indomarco Prismatama telah menyatakan bahwa
PT.
Sebagaimana Putusan NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000
ini, telah sesuai dengan Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Majelis Komisi telah meneliti
sebanyak 100 (seratus) dokumen, yang terdiri dari 7 (tujuh) dokumen Saksi
Pelapor, 29 (dua puluh sembilan) dokumen Terlapor, 55 (lima puluh lima) dokumen
Saksi-Saksi, 9 (sembilan) dokumen Saksi-Saksi Pemerintah, disamping Terlapor,
Majelis Komisi telah mendengar keterangan dari 63 (enam puluh tiga) orang Saksi
yang identitas lengkapnya ada pada Majelis Komisi, yang terdiri dari7 (tujuh)
Pelaku Usaha Minimarket, 45 (empat puluh lima) Pemilik Warung Kecil di sekitar
Toko Swalayan Indomaret, 3 (tiga) Pejabat Pemerintah, 2 (dua) Distributor
Utama, 4 (empat) Pelaku Usaha Eceran Menengah dan Besar, 1 (satu) Pelaku Usaha
Koperasi, dan 1 (satu) Pelaku Usaha sebagai Produsen, permohonan di ajukan oleh
Lembaga Swadaya Masyarakat yang memberikann laporan kepada Komisi KPPU, dalam
permohonannya saksi pelapor menindikasikan adanya pelanggarang terhadap
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Monopoli dan persaingan usaha yang
tidak sehat yaitu sebagaimana dalam pasal 1 ayat 4 ayat 8 mengenai Posisi
dominan dan persekokongkolan menguasai pasar sehingga dapat dirumuskan sebagai
pelanggaran dalam ketentuan pasal-pasal 1 ayat 4, pasal 22, pasal 25 Dn pasal
15 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Monopoli dan
persaingan usaha yang tidak sehat
sebagai berikut:
Identifikasi pasal-pasal tersebut diatas
berdasarkan bukti-bukti dan penelitian ,wawancara monitoring,
pemeriksaan, dan pertimbangan yang telah dilakukan oleh
KPPU:
a.
Ketentuan dalam pasal 22
Undang-Undang Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ,
menyatakan:
“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan
pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan suatu pemenang tender sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”.
Hal ini
jika dikaji menggunakan pendekatan hukum persaingan usaha, maka dapat dikaji
dengan pendekatan Rule Of reason, dibutuhkan pembuktian dari segi ekonomi hukum
dan dampak secara umum, dalam pasal 22
tersebut ditegaskan bahwa persekongkokolan tender dapat terjadi tidak hanya
antar pelaku usaha, tetapi juga pihak lain. Unsur bersekongkol sendiri kerjasama
antar dua pihak, secara terang-terangan atau diam-diam melakukan tindakan
penyesuaian dokumen dengan peserta lain.
Sebagaimana
Unsur dan karakteristik diatas ,Unsur dalam Pasal tersebut dalam menjalankan
kegiatan usahanya PT. Indomarco Pristama tidak
melakukan pasokan kepada pihak lain kecuali hanya sebagai pengecer, serta tidak ditemukan perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang memuat persyaratan bahwa pihak lain yang menerima barang dan ataujasa
hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut
kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu, Namun Majelis Komisi
menemukan fakta adanya perjanjian tertulis antara PT. Indomarco Adi Prima
dengan PT. Goro Bhatara, namun dalam hal ini tidak ditemukan bukti atas PT.
Indomarco parimatama sendiri, bukti lainnya adalah Dalam hal ini PT.
Indomarco Pristama merupakan
sebagian dari pelaku usaha dalam bidang kegiatan usaha eceran yang berada di
wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi, baik ditinjau dari segi jumlah
usaha dan volume penjualannya mempunyai posisi lebih tinggi dari pengecer
lainnya, dalam unsur kedua PT. Indomarco
Pristama tidak memenuhi unsur karena PT. Indomarco
Pristama bukan satu-satunya perusahaan
pengecer yang mempunyai kemampuan keuangan lebih tinggi dibandingkan dengan
perusahaan pengecer kecil yang lain, dalam
akses pemasokan barang PT. Indomarco Pristama namun bukan satu-satunya pelaku usaha yang mempunya
akses serupa artinya pelaku usaha lain juga sama mempunya suatu akses pemasok
barang, karena itu tuduhan pada PT. Indomarco Pristama atas
pelanggaran Pasal 22 yaitu persekongkola tidak
relevan.
b.
Menimbang bahwa Pasal 25
Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, dinyatakan:
Ayat (1): "Pelaku
usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk: a) menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk
mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang
bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau b) membatasi pasar dan
pengembangan teknologi; atau c) menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi
menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan";
Ayat (2): "Pelaku
usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud Ayat 1 apabila: a) satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; atau b) dua atau tiga pelaku usaha
atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu"
Pelaku usaha sebagaimana diungkap dalam pasal diatas
dalam pokoknya harus memenuhi:
1.
Suatu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai
50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
2.
Suatu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai
75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertsentu.
Hal ini
jika dikaji dengan menggunakan pendekatan hukum persaingan usaha, maka dapat
dikaji dengan pendekatan Per se ilegal, Tidak ditemukan bukti-bukti Terlapor mempunyai
posisi dominan karena tidak menguasai pangsa pasar 50% (lima puluh persen) atau
lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu dan tidak menguasai 75%
atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu, sehingga pasal
ini dinialai tidak relevan. Walaupun PT, Indomarco berbentuk waralaba dan
mempunyai banyak toko dalam hal ini tidak lantas menguasai pasar artinya tidak
disemua pasar PT. Indomarco Pristama menepati posisi dominan.
c. Sebagaimana
dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, menyatakan:
Ayat (1): "Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak lain yang menerima barang dan atau jasa hanya akan
memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak
tertentu dan atau pada tempat tertentu."
Ayat (2): "Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa
tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha
pemasok;
Ayat (3): " Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu
atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang
menerima barang dana atau jasa dari pelaku usaha pemasok: (a) harus bersedia
membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau (b) tidak
akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain
yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok";
Hal ini jika dikaji dengan menggunakan pendekatan hukum
persaingan usaha, maka dapat dikaji dengan pendekatan Per se ilegal ,Dalam hal
ini PT . Indomarco Pristama (Terlapor) hanya melakukan perdagangan
eceran yang langsung melayani konsumen akhir, dan tidak melakukan penjualan
dengan cara lelang atau tender. Dengan demikian Terlapor tidak melakukan
kegiatan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan
pemenang tender yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Dan tidak ditemukan cukup bukti bahwa Terlapor
melakukan persengkokolan dengan pihak lain.
Berdasarkan jenis dari putusan ini
adalah laporan dan insatif dari Komisi KPPU sendiri setelah dilakukan
monitoring dan penelitian atas dasar kewenangannya , maka sebagaimana laporan
yang diberikan saksi pelapor dengan ketentuan pasal-pasal yang telah diIndikasikan
dilanggar (pasal 22, pasal 25, pasal 15 UU. No. 5 tahun 1999 ) namun tidak
terbukti dan tidak memiliki bukti yang cukup sehingga dalam hal ini Komisi KPPU
dengan ketentuan fakta-fakta yang ada yaitu mengingat telah dilakukannya
monitoring dan pengawasan maka :
1.
Selain ketentuan yang
terkandung dalam pasal 25 tentang posisi dominan, yang merupakan bagian dari posisi
dominan sendiri adalah adanya jabatan rangkap dan kepemilikan saham yang
dominan. KPPU dalam melakukan monitoring dan pengawasan menemukan bukti
berasarkan dokumen dan saksi-saksi.
Bahwa saham Terlapor sebesar 49% adalah
dimiliki oleh PT. Indomarco Perdana. Disamping itu PT. Indomarco Perdana juga
bertindak sebagai pemasok. Terlapor memegang jabatan rangkap selaku Direktur
Utama di Terlapor juga sebagai Direktur Utama PT. Indomarco Perdana. Dengan demikian
antara Terlapor dengan PT. Indomarco Perdana dimungkinkan terjadi hubungan
manajemen yang dapat berakibat persaingan tidak sehat. Disamping itu Terlapor
mempunyai hubungan sejarah, bahwa Terlapor pernah menduduki jabatan Direktur
Utama di PT. Indomarco Adi Prima sebagai pemasoknya sejak tahun 1988 hingga
tanggal 1 April tahun 2000 sebelum PT. Indomarco Adi Prima diambil alih oleh
PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. sebagai pabrikan. Sedangkan sampai saat ini
PT. Indomarco yang secara manajemen dikuasai oleh PT. Indofood Sukses Makmur
Tbk. tetap sebagai pemasok Terlapor untuk produk-produk Indofood. Berkaitan dengan
itu Majelis Komisi menduga adanya kemungkinan integrasi vertikal yang dilakukan
oleh sejumlah pelaku usaha yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat, hal ini dapat diduga melanggar Pasal 14
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan'Persaingan Usaha Tidak Sehat).
Penyebab posisi dominan adanya barrie to
entri dan proses integrasi vertikal (sebagaimana pasal 26) suatu usaha bisnis
yang menjadi raksasa dan lahir dari penguasaan atas sampai pada tingkat
distribusi, dalam hal ini dapat ditemukan adanya keterkaitan sejarah, baik
dalam kepemilikan saham maupun rangkap jabatan yang berada dalam pasar yang
sama hal ini dapat dikatakan penguasaan
dengan jabatan rangkap secara vertikal.
2.
Bahwa telah terjadi adanya
suatu perjanjian tertutup antara PT. Indomarco Adi Prima dengan PT. Goro Batara
Sakti yang berisi bahwa penerima pasokan tidak diperkenankan menjual atau
memasok kembali kepada pihak tertentu. Oleh karena itu Majelis menduga adanya
pelanggaran Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Artinya adalah pasal ini melarang adanya
bentuk kesepaktan yang mengikat secara ekslusif baik mengenai kontrak penjualan
atau kewajiban meakukan pemasok ekslusif. Dalam hal ini ada keterkaitan antara
PT Indomarco Adi Pratama dengan Terlapor yaitu PT. Indomarco Prismatama, yaitu
keterkaitan kepemilikan saham.
3.
Sebagimana dalam pasal 2
UU. No. 5 tahun 1999 tentang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
“ Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum”
Dalam
hal ini PT. Indomarco Pristama (Terlapor) dalam menjalankan usahanya melalui
swalayan indomaret milik sendiri ataupun berdasarkan waralaba, telah melakukan
pemasaran dengan diskon 40 item produk tiap bulannya dalam jangka waktu dua
minggu, membuka pelayanan lebih awal, perizinan dan lokasi tempat usaha yang
kurang tepat yaitu didekat perumahan dan merupakan lokasi yang banyak perusahan
dagang atau pasar yang masih menggunakan mekanisme tradisional sedangkan PT.
Indomarco Prismata menerapkan sistem 4p (produk, price, place dan Promotion)
tentunya para usaha dengan sistem Tradisional tidak dapat mengikutinya,
sehingga pengusaha kecil didekatnya mengalami kemunduran dalam usahanya. Dimana
usaha-usaha atau pedagang kecil didekat swalayan indomaret ini kalah dalam
bersaing karna berbagai hal diantaranya karena sumber daya Manusia maupun
sumberdaya pemodalan yang masih tidak termenejemen dengan baik.
1.
Sebagimana dalam pasal 3
UU. No. 5 tahun 1999 tentang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, yaitu:
“Tujuan
pembentukan undang-undang ini adalah untuk:
a. menjaga kepentingan
umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagal salah satu upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian
kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah,
dan pelaku usaha kecil;
c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan
usaha.”
Ketentuan pasal ini merupakan tujuan
dari pembentukan Undang-Undang ini sendiri, yaitu adanya kepentingan umum,
efisiensi ekonomi yang mengarah pada ekonomi kesejahteraan dengan memperhatikan
keberlangsungan bersama antara pengusaha besar, menengah dan pengusaha kecil.
Jadi PT. Indomarco Pristama dalam
putusannya terbukti tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dalam pasal 2 dan
pasal 3 UU. No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat yang merupakan asas dan tujuan undang-undang ini sendiri.
3.2 Dampak Putusan Nomor 03/KPPU-L-I/2000 terhadap pelaku usaha yang lain dan masyarakat secara Umum.
Perkembangan perekonomian yang pesat dewasa ini diikuti
dengan peningkatan persaingan antar perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan
dituntut untuk semakin cerdik dalam memanfaatkan pangsa pasar dalam pemasaran
agar dapat mencapai tujuan pemasaran yang telah dipilih sehingga usaha yang
telah dilakukan dapat diselenggarakan secara efektif. Namun adakalanya dalam
melakukan kegiatan usaha hanya mempioritaskan keuntungan pribadi kurang
memperhatikan lingungan sekitar, begitu pula yang terjadi pada kegiatan usaha
yang dilakukan oleh PT. Indomarco Prismatama, dimana dalam putusan PKPU
tersebut disinyalir adanya praktek usaha yang tidak mengindahkan domokrasi
ekonomi sebagaimana yang dituangkan dalam pasal 2 dan 3 dalam
Undang-Undang Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha tidak sehat.
Atas landasan diatas, ada dampak-dampak
yang merupakan akibat adanya putusan ini, yaitu Putusan Nomor 03/KPPU-L-I/2000 pada tanggal 4 juli 2001 telah mamapu memberi dampak
dari berbagai aspek, baik sosial maupun dari segi yuridis.
Pertama, dampak dari putusan yang mendorong pemerintah mebentuk suatu regulasi sehingga adanya batasan
terhadap menjamurnya swalayan moderen dalam hal ini PT Indomarco prismatama
baik toko swalayan milik sendiri maupun waralaba yang menyebabkan ketidak
seimbangan terhadap dunia usaha, adanya
terobosan hukum (legal breakthrough) ini mempertimbangkan kepentingan Pelaku Usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku
usaha kecil .
Dengan adanya putusan ini mendorong
terbentuknya Perpres Nomor 112 tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar
tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Dan Peraturan daerah Nomer 2
tahun 2002 tetang Perpasaran swasta
didaerah khusus Ibu kota Jakarta. Dengan adanya regulasi tersebut perizinan
pendirian Swalayan Moderen akan dapat menyeimbangkan antara swalayan moderen
dan pedagang traisional sendiri ataupun pungusaha lain yang ada disekitar
dimana swalayan moderen itu berada, Sehingga adanya regulasi ini juga sebagai
tolak ukur dari dampak sosial yang akan diketahui terlebih dahulu, Karena bentuk
usaha ini adalah usaha modal besar dan ini harus diatur.
Kedua yaitu
dampak sosial, dimana dengan berkembang dan menjamurnya swalayan moderen berakibat juga terhadap lingkungan sekitarnya,
baik terhadap konsumen terutama terhadap Pelaku usaha lain. Dalam putusan
tersebut komisi menemukan adanya keresahan sosial yang disebabkan oleh praktek
usaha, Terlapor disamping dugaan pelanggaran sebagaimana yang dilaporkan atas
Pasal 15, Pasal 22, dan Pasal 25 Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Keresahan sosial yang
dimaksud adalah persaingan yang terjadi antara pelaku usaha besar dengan pelaku
usaha kecil yang menimbulkan gangguan keseimbangan yang berpotensi menurunkan
kesejahteraan pelaku usaha kecil. Disamping itu juga disebabkan oleh hal-hal
berkaitan dengan perizinan usaha, lokasi usaha, jam pelayanan, dan tata ruang
yang berasaska kepentingan secara terpadu guna mewujudkan keseimbangan
kepentingan, dari hal itu juga, dalam amar putusan tersebut diharapkan mempunyai dampak pada perkembangan
pelaku usaha disekitar swalayan moderen dengan mendapatkan pembinaan dan
pengetahuuan seharta informasi yang terbuka dalam bidang usaha selain itu
PT. Indomarco Prismatama dituntut untuk
melibatkan masyarakat setempat dalam
memperbesarkegiatan waralabanya. Intinya, perspektif KPPU dalam
putusan ini adalah agar diterapkanya demokrasi ekonomi dan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan
umum.
BAB IV
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
Analisis Putusan Nomor 03/Kppu-L-I/2000 Tentang Indikasi Perbuatan Praktek Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh PT Indomarko Prismatama Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktek monopoli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat telah sesuai. Dalam permohonannya saksi pelapor mengindikasikan
adanya pelanggarang terhadap Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Monopoli
dan persaingan usaha yang tidak sehat yaitu sebagaimana dalam pasal 1 ayat 4
ayat 8 mengenai Posisi dominan dan persekokongkolan menguasai pasar sehingga
dapat dirumuskan sebagai pelanggaran dalam ketentuan pasal-pasal 1 ayat 4,
pasal 22, pasal 25 Dn pasal 15 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999
tentang Monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Berdasarkan bukti-bukti
dan penelitian ,wawancara monitoring, pemeriksaan, dan
pertimbangan yang telah dilakukan oleh KPPU:
a.
Ketentuan dalam pasal 22 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang
Monopoli. PT. Indomarco Pristama tidak melakukan pasokan
kepada pihak lain kecuali hanya sebagai
pengecer, serta tidak ditemukan perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak lain yang menerima barang dan
ataujasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa
tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu. karena
itu tuduhan pada PT. Indomarco Pristama atas
pelanggaran Pasal 15 tidak relevan.
b. Pasal
15 Undang-Undang Nomor 5 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. Dalam hal ini PT . Indomarco Pristama (Terlapor) hanya melakukan perdagangan
eceran yang langsung melayani konsumen akhir, dan tidak melakukan penjualan
dengan cara lelang atau tender. Dan tidak ditemukan cukup
bukti bahwa Terlapor melakukan persengkokolan dengan pihak lain.
c. Pasal
25 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tidak ditemukan bukti-bukti Terlapor mempunyai
posisi dominan karena tidak menguasai pangsa pasar 50% (lima puluh persen) atau
lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu dan tidak menguasai 75%
atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu, sehingga pasal
ini dinialai tidak relevan.
Putusan
Nomor 03/KPPU-L-I/2000 pada tanggal 4 juli 2001 telah mamapu memberi dampak
dari berbagai aspek, baik sosial maupun dari segi yuridis. Pertama, dampak
dari putusan yang mendorong pemerintah mebentuk suatu
regulasi. Dengan adanya putusan ini mendorong terbentuknya Perpres Nomor 112
tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan
dan toko modern. Dan Peraturan daerah Nomer 2 tahun 2002 tetang Perpasaran swasta didaerah khusus Ibu kota Jakarta. Kedua yaitu dampak sosial, dimana
dengan berkembang dan menjamurnya swalayan
moderen berakibat juga terhadap lingkungan sekitarnya, baik terhadap konsumen
terutama terhadap Pelaku usaha lain. Keresahan sosial yang dimaksud adalah
persaingan yang terjadi antara pelaku usaha besar dengan pelaku usaha kecil
yang menimbulkan gangguan keseimbangan yang berpotensi menurunkan kesejahteraan
pelaku usaha kecil.
4.2 SARAN
Salah satu tantangan dalam berbisnis
adalah bermunculannya pesaing dalam bisnis serupa. Maka dari harus punya bekal
untuk menghadapi persaingan ini agar tak kalah saing. Untuk itu diharapkan ada
beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk menghadapi persaingan bisnis oleh
pelaku usaha ritel tradisional, antara lain :
1. Konsep yang matang
Menjalankan
bisnis tak hanya butuh ide dan passion semata. Namun, sebuah konsep bisnis yang
matang juga sangat diperlukan. Konsep bisnis yang matang akan membantu Anda
untuk bisa mengenali berbagai potensi dan pangsa pasar yang ingin dituju dalam
bisnis. Selain itu konsep bisnis matang juga akan membuat bisnis bisa berjalan
lebih maksimal.
Dalam menentukan
konsep bisnis, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain, selera
masyarakat, karakteristik atau gaya hidup masyarakat, daya beli, sumber bahan
baku, sampai adanya bisnis sejenis. Pertimbangan ini akan membantu untuk
menentukan sukses atau tidaknya bisnis yang dilakukan.
2. Perencanaan matang
Konsep
bisnis yang matang, akan membantu untuk membuat perencanaan bisnis yang juga
matang. Dalam berbisnis tak bisa asal - asalan karena dalam berbisnis karena
mempertaruhkan investasi yang cukup banyak. Jika perencanaan tak matang,
semuanya akan sia - sia dan rugi besar. Dalam perencanaan yang matang, sebuah
business plan harus dibuat.
Yang
termasuk dalam business plan ini antara lain: menjabarkan konsep bisnis, visi
misi, rencana promosi, rencana pemasaran, karyawan, rencana pengaturan
keuangan, sampai dengan menentukan analisis risiko yang mungkin dialami dalam
bisnis. Dengan adanya perencanaan yang matang, Anda bisa menentukan jalan
keluar atau solusi atas setiap masalah yang mungkin akan dihadapi, termasuk
menghadapi persaingan bisnis serupa.
3. Evaluasi dan inovasi.
Persaingan
dengan bisnis yang sejenis seringkali tak bisa dihindari. Namun sebenarnya
persaingan ini bisa membuat Anda jadi lebih kreatif untuk berkreasi. Dengan
persaingan akan membuat Anda jadi lebih inovatif untuk menciptakan sebuah nilai
tambah dalam produk yang dijual. Inovasi yang dilakukan dalam berbagai sisi
akan menarik pelanggan untuk melirik produk Anda dibanding pesaing.
Selain
inovasi, diperlukan juga evaluasi terhadap kelangsungan bisnis. Anda tak bisa
begitu saja tutup mata dalam menjalankan bisnis, sebuah evaluasi terhadap
kekurangan dan nilai lebih dalam berbisnis juga diperlukan untuk semakin
memajukan bisnis yang dilakukan
4. Perluasan pasar.
Untuk
menghadapi persaingan bisnis, salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan
memperluas pasar produk. Perluasan pasar produk ini bisa berarti memperluas
fokus dan target market yang disasar. Misalnya, jika awalnya hanya menjual
varian makanan pedas yang diperuntukan untuk orang dewasa, tak ada salahnya
untuk membuat varian menu baru yang bisa dinikmati oleh anak-anak. Perluasan
pangsa pasar ini juga akan menambah pendapatan sekaligus memberi nilai tambah
pada pelanggan terhadap produk yang dijual. Selain memperluas pangsa pasar,
perluasan pasar juga bisa dilakukan dengan membuka cabang-cabang usaha baru.
Cabang usaha baru ini akan membantu untuk menguasai pasar usaha sejenis. Namun,
sebelum melakukan perluasan cabang sebaiknya sistem usaha sudah kuat dan
stabil.
5. Standarisasi.
Memiliki
banyak cabang usaha memang bisa membantu mengatasi persaingan ketat dalam
bisnis. Hanya saja yang harus diperhatikan adalah kesamaan varian produk yang
dijual disemua cabang yang dimiliki. Standarisasi ini perlu dilakukan agar
pelanggan tak kecewa ketika membeli produk tersebut di cabang - cabang usaha.
6. Sistem.
Sebuah
sistem usaha yang kuat akan membantu usaha agar bisa bertahan lebih lama dan
mendapat keuntungan yang diinginkan. Buat sistem usaha yang stabil dan kuat.
Setelah pondasi usaha dirasa kuat, maka lakukan perluasan pasar dengan berbagai
sistem usaha yang diinginkan, misalnya membuka cabang, sampai franchise. Dengan
sistem usaha yang kuat dan konsisten akan menjadi nilai positif bagi para
investor yang tertarik berbisnis dengan yang dilakukan.
Selain poin-poin
diatas, adanya peran pemerintah terutama pemerintah daerah memliki peran
penting untuk memajukan usaha ritel tradisional dengan adanya regulasi yang
tepat untuk menyejahterahkan semua pelaku usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Mustafa kamal
Rokan. 2010. Hukum Persaingan Usaha Teori
dan Praktiknya di Indonesia. Rajawali Pers:Jakarta
Rachamadi
Usman. 2004.Hukum Persaingan Usaha di
Indonesia. Gramedia Pusraka Utama:Jakarta
Katalog KPPU
priode 2000-2009
Putusan No.
03/KPPU-L-I/2000
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Langganan:
Postingan (Atom)