Jumat, 26 April 2013

;

<iframe src="http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/20005804" width="476" height="400" frameborder="0" marginwidth="0" marginheight="0" scrolling="no"></iframe>

analisa Putusan KPPU No. 03/KPPU-L/I/2000 PT indomarco Prismatama



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Di era yang berkembang ini, perkembangan industri Indonesia semakinlah semarak. Kehadiran industri ritel telah memberikan corak tersendiri bagi perkembangan industri ritel di Indonesia. Aktivitas Industri ritel ini mewujudkan aktivitasnya dalam bentuk minimarket, supermarket, bahkan hypermarket yang kini bertebaran di setiap kota di Indonesia. Pelaku usaha ini, bagi konsumen memang sangat menggembirakan, konsumen dimanjakan dengan berbagai hal positif. Hal ini dapat kita tinjau dengan adanya kenyamanan saat berbelanja, keamanan, kemudahan, variasi produk yang semakin beragam, kualitas produk yang terus meningkat dan harga produk yang menjadi lebih murah karena adanya persaingan. Namun, disisi lain industry ritel, juga mendatangkan persoalan tersendiri berupa tidak sedikitnya tersingkirnya usaha kecil yang merupakan salah satu mata pencarian mereka. Permasalahan ini dari waktu ke waktu terus mengemuka dan semakin serius.
Adapun kasus yang berkaitan dengan tersingkirnya pelaku usaha ritel tradisional oleh pelaku usaha ritel modern adalah salah satunya kasus Indomaret (Putusan KPPU No. 03/KPPU-L/I/2000) dengan duduk perkara sebagai berikut:
Pada tanggal 12 April 2000, lembaga swadaya masyarakat melapor terhadap pihak komisi KPPU yang diterima pada tanggal 9 Agustus 2000. Lembaga swadaya masyarakat ini yang selanjutnya disebut sebagai pelapor, mengadakan wawancara langsung kepada 429 orang pengusaha kecil atau pemilik warung yang dianggap mewakili seluruh pemilik warung di wilayah Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi (Jabotabek). 129 pegusaha kecil yang diwawancarai tersebut menyatakan berdirinya Swalayan Indomaret mempunyai dampak negative terhadap usaha mereka, yaitu:[1]
1.      Penghasilan atau omset penjualan yang menjadi turun drastic;
2.      Banyak usaha kecil yang tutup atau tidak berjualan lagi karena kalah bersaing dalam harga dan pelayanan dengan Toko Swalayan Indomaret;
3.      Biaya kehidupan rumah tangga mereka terancam, karena sebelumnya warung tersebut merupakan mata pencarian untuk biaya kehidupan sehari-hari.
PT. Indomarco Pristama, sebagai pemilik dan pemegang hak merek dagang “Indomaret” untuk usaha ecerannya dalam bentuk baik toko swalayan milik sendiri maupun took swalayan dengan system waralaba, selanjutnya disebut sebagai terlapor, mengajak bergabung para pihak yang memiliki gedung dan dana investasi sebesar kurang lebih Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) untuk mendirikan toko swalayan dalam jaringan eceran toko swalayan Indomaret yang berjualan produk kebutuhan sehari-hari masyarakat. Toko swalayan Indomaret tersebut, akan mendapat dukungan pasokan produk yang diproduksi oleh PT. Indomarco yang telah menguasai 600 supplier dengan 3.000 item produk yang berkualitas. Toko swalayan Indomaret berdiri pada tanggal 17 Agustus 1998 dan sejak saat ini (tahun 2000) di wilayah Jabotabek telah berdiri 290 toko swalayan Indomaret dan akan direncanakan akan berdiri 2000 toko swalayan Indomaret yang berlokasi di tingkat kecamatan sampai kelurahan di seluruh Jabotabek.
Kemudian pada tanggal 25 Bulan September Tahun 2000, Direkur Eksekutif mengeluarkan surat Nomor: 53/KPPU Set/IX/2005 untuk memberitahukan kepada saksi pelapor agar melengkapi substansi laporannya sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Komisi Nomor 05/KPPU/Kep/IX/2000 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan dan Penanganan Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Oleh karena sampai batas waktu yang telah ditentukan saksi pelapor tidak menyampaikan laporannya, komisi memutuskan untuk mencatat dan memasukkan Laporan Saksi ke dalam Daftar Monitoring. Komisi menemukan adanya keresahan social yang disebabkan oleh praktek usaha Terlapor disamping dugaan pelanggaran yang dilaporkan atas Pasal 15, Pasal 22, dan Pasal 25 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pada tanggal 9 November 2000, Laporan Saksi Pelapor menjadi lengkap setelah dilakukan monitoring kemudian, komisi membuka kembali kasus laporan tersebut menjadi Kasus Inisiatif Komisi.
Dalam melakukan pemeriksaan pendahuluan, [2]komisi membentuk tim pemeriksa yang terdiri dari Dr. Sutrisno Iwantono, MA sebagai Ketua Tim Pemeriksa, Prof.Dr.Didik J.Rachbini, dan Erwin Syahril, SH yang masing-masing sebagai Anggota Tim. Setelah melakukan pemeriksaan pendahuluan dari tanggal 10 November 2000, sampai dengan tanggal 22 Desember 2000, Tim Pemeriksa tidak menemukan bukti yang cukup terkait adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Terlapor atas Pasal 15, Pasal 22, dan  Pasal 25, Undang-undang No.5 Tahun 1999  tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adanya rekomendasi dari Tim Pemeriksa untuk melakukan Pemeriksaan Lanjutan komisi kemudian menetapkan untuk menerima dan melakukan Pemeriksaan Lanjutan dibentuklah Majelis Komisi oleh Komisi yang terdiri dari Dr. Ir. Sutrisno Irvantono, MA sebagai Ketua Majelis Komisi, Prof. Dr. Didik J. Rchbini, Erwin Syahril, S.H., dan Dr. Pande Radja Silalahi, masing – masing sebagai Anggota Majelis Komisi.
Selanjutnya Majelis Komisi melakukan pemeriksaan lanjutan yang dimulai sejak tanggal 2 Januari 2001 sampai tanggal 28 Maret 2001 dan diperpanjang sampai tanggal 17 Mei 2001. Di dalam pemeriksaan lanjutan tersebut, Majelis Komisi telah memeriksa 100 dokumen yng terdiri dari 7 dokumen saksi pelapor, 29 dokumen terlapor, 55 dokumen saksi – saksi, dan 9 dokumen saksi – saksi pemerintah. disamping Terlapor, Majelis Komisi juga telah mendengar keterangan dari 63 orang Saksi yang identitas lengkapnya ada pada Majelis Komisi, yang terdiri dari 7 Pelaku Usaha Minimarket, 45 Pemilik Warung Kecil di sekitar Toko Swalayan Indomaret, 3 Pejabat Pemerintah, 2 Distributor Utama, 4 Pelaku Usaha Eceran Menengah dan Besar, 1  Pelaku Usaha Koperasi, dan 1 Pelaku Usaha sebagai Produsen. Majelis Komisi juga telah meneliti dokumen hasil Penyelidikan Tim Penyelidik tentang Pendapat Konsumen Toko Swalayan Indomaret, serta meneliti dokumen hasil penyelidikan Tim Penyelidik terhadap sejumlah warung - warung dan minimarket di sekitar Toko Swalayan Indomaret di wilayah Jakarta, Bekasi, dan Tangerang. Setelah melakukan pemeriksaan lanjutan, terlapor tidak menyalahi Pasal 15, 22, dan 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dari sinilah kelompok kami tertarik untuk menganalisis Putusan KPPU No. 03/KPPU-L/I/2000

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam  penulisan  makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apakah putusan yang dijatuhkan kepada terlapor dalam putusan nomor  03/KPPU-L-I/2000 sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
2.      Bagaimana dampak Putusan Nomor  03/KPPU-L-I/2000 terhadap pelaku  usaha yang lain

1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk memenuhi dan melengkapi salah satu tugas dan syarat yang harus dipenuhi guna memenuhi nilai mata kuliah Hukum Persaingan Usaha
2.      Sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan dan sebagai usaha penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh diperkuliahan dengan praktek yang terjadi didalam kehidupan masyarakat.
3.      Untuk memberikan sumbangan pemikiran dan wawasan yang berguna bagi mahasiswa Fakultas Hukum dan Almamater.
1.3.2 Tujuan Khusus
Penulisan Makalah ini mempunyai tujuan khusus, yaitu:
1.      Untuk menganalis kesesuaian putusan yang dijatuhkan  kepada terlapor dalam Putusan Nomor 03/KPPU-L-I/2000.
2.      Untuk mengetahui dampak yang diakibatkan oleh putusan tersebut terhadap pelaku usaha












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Perjanjian Tertutup
[3]Perjanjian yang dapat membatasi kebebasan pelaku usaha tertentu untuk memilis sendiri pembeli, penjual atau pemasok disebut dengan istilah perjanjian tertutup. Perjanjian tertutup adalah perjanjian yang mengondisikan bahwa pemasok dari suatu produk akan menjual produknya hanya jika pembeli tidak akan membeli produk pesaingnya atau untuk memastikan bahwa seluruh produk tidak akan tersalur kepada pihak lain. Seorang pembeli (biasanya distributor) melalui perjanjian tertutup mengondisikan bahwa penjual atau pemasok produk tidak akan dijual atau memasok setiap produknya kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu.
 Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perjanjian tertutup yang diatur didalam Pasal 15 adalah sebagai berikut:
(1)   Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada phak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
(2)   Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelau usaha pemasok.
(3)   Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku pemasok:
a.       Harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau
b.      Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

2.2   Persekongkolan
Pasal 1 angka 8 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat  menjelaskan bahwa persekongkolan atau konspirasi usaha adalah  bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol. Terdapat tiga bentuk kegiatan persengkokolan yang dilarang oleh Undnag-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang sebagaimana diatur didalam Pasal 22, 23 dan Pasal 24.
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang bersengkokol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pihak lain disini tidak hanya terbatas hanya pemerintah saja, bisa swasta atau pelaku usaha yang ikut serta dalam tender yang bersangkutan. Kegiatan bersengkokol menentukan pemenang tender jelas merupakan perbuatan curang, karena pada dasarnya tender dan pemenangnya tidak diatur dan bersifat rahasia[4].

2.3   Posisi Dominan
Dikemukakan dalam Pasal 1 angka 4 oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatkan bahwa posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti dipasar yang bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya dipasar yang bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Lebih lanjut, dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa suatu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dianggap memiliki posisi dominan apabila
1.      Satu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu; atau
2.      Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau  jasa tertentu.
            Jika posisi dominan terkait dengan penguasaan pasar atas jenis barang atau jasa tertentu dipasar bersangkutan oleh satu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha sebesar 50% atau lebih, atau dua atau tiga pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha sebesar 75%  atau lebih, hal ini akan mengakibatkan hanya ada satu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang bersangkutan. Penguasaan pasar yang demikian dinamakan “posisi dominan”.
2.4   Pendekatan Persaingan Usaha
2.4.1        Per Se Ilegal
[5]Pendekatan Per Se disebut juga dengan Per Se Ilegal, Per Se Rules, Per Se Doctrine dan juga Per Se Violation. Larangan yang bersifat Per Se adalah larangan yang bersifat jelas, tegas, dan mutlak dalam rangka member kepastian bagi para pelaku usaha. Larangan ini bersifat tegas dan mutlak disebabkan perilaku yang sangat mungkin merusak persaingan sehingga tidak perlu lagi melakukan pembutian akibat perbuatan tersebut. Tegasnya pendekatan per se melihat perilaku atau tindakan yang dilakukan adalah bertentangan dengan hukum.
Pendekatan per se illegal harus memenuhi dua syarat:
1.      Harus ditujukan lebih kepada perilaku bisnis daripada situasi pasar, karena keputusan melawan hukum dijatuhkan tanpa disertai pemeriksaan lebih lanjut.
2.      Adanya identifikasi secara cepat dan mudah mengenai praktek atau batasan perilaku yang terlarang.

2.4.2        Rule Of Reason
Pendekatan rule of reason adalah kebalikan per se illegal. Dalam pendekatan ini hukuman terhadap perbuatan yang dituduhkan melanggar hukum persaingan harus mempertimbangkan situasi dan kondisi kasus. Dengan kata lain, teori rule of reason mengharuskan pembuktian, mengevaluasi mengenai akibat perjanjian, kegiatan, atau posisi dominan tertentu guna menemukan apakah perjanjian atau kegiatan tersebut menghambat atau mendukung persaingan[6].














BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Pengaturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Putusan Nomor 03/Kppu-L-I/2000 Tentang Indakasi Perbuatan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh PT Indomarko Prismatama.  
       Terlapor adalah PT. Indomarco Prismatama, yang beralamat di Jl. Ancol I No.9 10, Ancol Barat Jakarta 14430, sebagai pemilik dan pemegang hak merek dagang untuk usaha ecerannya dalam bentuk baik toko swalayan milik sendiri maupun toko swalayan dengan sistem waralaba.
Saksi Pelapor       : Sebuah lembaga swadaya masyarakat
Duduk Perkara:
a.    Bahwa Tim Survei Saksi Pelapor telah mengadakan wawancara langsung kepada 429 orang pengusaha kecil/pemilik warung yang dianggap mewakili seluruh pemilik warung di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek);
b.    Bahwa sebagian besar dari 129 pengusaha kecil yang diwawancarai tersebut menyatakan berdirinya Swalayan Indomaret mempunyai dampak negatif terhadap usaha mereka, yaitu berupa:
                  1. Penghasilan atau omset penjualan menjadi turun drastis;
2. Banyak usaha kecil yang tutup atau tidak berjualan lagi karena kalah bersaing dalam harga dan pelayanan dengan Toko Swalayan Indomaret;
            3. Biaya kehidupan rumah tangga mereka terancam, karena sebelumnya warung tersebut merupakan mata pencarian untuk biaya kehidupan sehari hari.
c.    Bahwa Terlapor mengajak bergabung para pihak yang memiliki gedung dan dana investasi .+300 juta rupiah dengan membagikan brosur untuk mendirikan Toko Swalayan dalam jaringan eceran Toko Swalayan Indomaret yang menjual produk-produk kebutuhan pokok sehari hari masyarakat. Maka bagi pihak yang berminat dapat mengisi formulir, dan apabila kedua belah pihak sepakat, dapat didirikan Toko Swalayan Indomaret dengan sistem waralaba. Toko Swalayan Indomaret tersebut akan mendapat dukungan pasokan produk-produk yang diproduksi oleh PT. Indomarco (Salim Group menurut Saksi Pelapor) yang telah menguasai 600 supplier dengan + 3.000 item produk berkualitas;
d.   Bahwa sejak berdirinya Toko Swalayan Indomaret tanggal 17 Agustus 1998 sampai dengan saat ini di wilayah Jabotabek telah berdiri 290 Toko Swalayan Indomaret dan direncanakan akan berdiri 2000 Toko Swalayan Indomaret yang berlokasi di tingkat kecamatan sampai kelurahan di seluruh Jabotabek;
e.  Bahwa Saksi Pelapor berkesimpulan:
1.    Keberadaan Indomaret tersebut mempunyai dampak merugikan pengusaha kecil yang ada disekitarnya, di setiap satu Toko Swalayan Indomaret. Padahal di sekitarnya diperkirakan ada 10 usaha kecil, maka apabila ada 290 Toko Swalayan Indomaret akibatnya 2900 usaha kecil terancam mati, karena kalah bersaing dengan harga dan kenyamanan yang disediakan oleh Indomaret. Apabila dibiarkan rencana berdirinya sampai 2000 Toko Swalayan Indomaret, maka diperkirakan 20.000 usaha kecil yang berada di Jabotabek akan mati atau minimal 80.000 orang masyarakat miskin tambah melarat, resah kehilangan mata pencaharian;
2.    Sistem yang diterapkan oleh PT. Indomarco adalah pemegang hak merek Swalayan Indomaret dan jaminan pemasokan barang dagangan dengan harga distributor. Sedangkan pewaralaba berkewajiban menyiapkan gedung dan investasi + 300 juta (termasuk untuk Franchise Fee Rp.82,5 juta yang diberikan kepada PT. Indomarco);
3.    Swalayan Indomaret tersebut telah atau diduga oleh Saksi Pelapor melanggar Undang-Undang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada Pasal 1 Ayat 4. Maksud dari posisi dominan yaitu: menguasai pangsa pasar karena kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan. Pasal 1 Ayat 8 persekongkolan menguasai pasar untuk kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol, sehingga dilarang sesuai Pasal 22 tentang persekongkolan dan pasal 25 tentang posisi dominan, kemudian Pasal 15 tentang larangan membuat persyaratan pemasokan dari pelaku usaha tertentu;
     f.     Bahwa berdasarkan uraian di atas, Saksi Pelapor mengharap kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk melakukan penelitian dan atau pemeriksaan lebih lanjut atas kasus yang dilaporkannya.
Pada tanggal 4 Juli 2001 Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) telah memutuskan atas PT Indomarco Prismatama atas dugaan praktek Monopoli dan Persaingan usaha tidak sehat pada Duduk perkara No. 03/KPPU-L-I/2000 adalah PT. Indomarco Prismatama[7] dalam menjalankan usahanya berupa pendirian minimarket bernama Indomaret telah mengakibatkan tersingkirnya warung tradisional di sekitar lokasi dimana minimarket Indomaret berada sehingga Pelapor mengidikasikan usaha PT Indomarco Prismatama kedalam pasal 1 ayat 4 dan ayat 8, pasal 22,pasal  25 dan pasal 15 Undang- Undang No. 5/1999 . Laporan Saksi Pelapor telah diteliti oleh Sekretariat Komisi, dan dinyatakan bahwa Laporan belum lengkap, selanjutnya Direktur Eksekutif dengan Suratnya Nomor: 53/KPPU Set/lX/2000 tanggal 25 September 2000 memberitahukan kepada Saksi Pelapor untuk melengkapi substansi laporannya sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Komisi Nomor 05/KPPU/Kep/IX/2000 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan dan Penanganan Terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, setelah batas waktu yang telah ditentukan Saksi Pelapor tidak menyampaikan Laporannya, Komisi memutuskan untuk mencatat dan memasukkan Laporan Saksi Pelapor ke dalam Daftar Monitoring. Oleh karena itu keberadaan Indomaret harus ditinjau kembali. Dalam pandangan Majelis Komisi dalam putusannya, PT. Indomarco Prismatama dipandang telah mengabaikan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang- Undang No. 5/1999 tentang Asas dan Tujuan, yaitu bahwa PT. Indomarco Prismatama dalam menjalankan kegiatan usahanya kurang memperhatikan asas demokrasi ekonomi dan kurang memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan umum. Setelah  melakukan serangkaian pemeriksaan, maka Majelis Komisi pada tanggal 4 Juli 2001 telah mengambil putusan terhadap perkara tersebut. Putusan yang diambil KPPU adalah:
1.         Menyatakan bahwa PT. Indomarco Prismatama dalam pengembangan usahanya kurang memperhatikan prinsip keseimbangan sesuai asas demokrasi ekonomi dalam menumbuhkan persaingan sehat antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan umum.
2.         Memerintahkan kepada PT. Indomarco Prismatama untuk menghentikan ekspansinya di pasar-pasar tradisional yang berhadapan langsung dengan pengecer kecil dalam rangka mewujudkan keseimbangan-keseimbangan persaingan antar pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
3.         Menyatakan bahjwa PT. Indomarco Prismatama dalam mengembangkan usahanya untuk melibatkan masyarakat setempat diantaranya dengan memperbesar porsi kegiatan waralaba.
4.         Merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera menyempurnakan dan mengefektifkan pelaksanaan peraturan dan langkah-langkah kebijakan yang meliputi antara lain dan tidak terbatas pada kebijakan lokasi dan tata ruang, perizinan, jam buka, dan lingkungan sosial.
5.         Merekomendasikan kepada Pemerintah segera melakukan pembinaan dan pemberdayaan usaha kecil menengah atau pengecer kecil agar memiliki daya saing lebih tinggi dan dapat berusaha secara berdampingan dengan usaha-usaha menengah atau besar.
6.          Menyatakan untuk melakukan pengkajian, monitoring, dan penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh pelaku-pelaku usaha yang terkait dengan usaha eceran dalam jalur vertikal termasuk dugaan praktek diskriminasi harga dan perjanjian tertutup. Terhadap Putusan KPPU tersebut, pimpinan PT. Indomarco Prismatama telah menyatakan bahwa PT.
     Sebagaimana Putusan NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000 ini, telah sesuai dengan Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Majelis Komisi telah meneliti sebanyak 100 (seratus) dokumen, yang terdiri dari 7 (tujuh) dokumen Saksi Pelapor, 29 (dua puluh sembilan) dokumen Terlapor, 55 (lima puluh lima) dokumen Saksi-Saksi, 9 (sembilan) dokumen Saksi-Saksi Pemerintah, disamping Terlapor, Majelis Komisi telah mendengar keterangan dari 63 (enam puluh tiga) orang Saksi yang identitas lengkapnya ada pada Majelis Komisi, yang terdiri dari7 (tujuh) Pelaku Usaha Minimarket, 45 (empat puluh lima) Pemilik Warung Kecil di sekitar Toko Swalayan Indomaret, 3 (tiga) Pejabat Pemerintah, 2 (dua) Distributor Utama, 4 (empat) Pelaku Usaha Eceran Menengah dan Besar, 1 (satu) Pelaku Usaha Koperasi, dan 1 (satu) Pelaku Usaha sebagai Produsen, permohonan di ajukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat yang memberikann laporan kepada Komisi KPPU, dalam permohonannya saksi pelapor menindikasikan adanya pelanggarang terhadap Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat yaitu sebagaimana dalam pasal 1 ayat 4 ayat 8 mengenai Posisi dominan dan persekokongkolan menguasai pasar sehingga dapat dirumuskan sebagai pelanggaran dalam ketentuan pasal-pasal 1 ayat 4, pasal 22, pasal 25 Dn pasal 15 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat  sebagai berikut:
       Identifikasi pasal-pasal tersebut diatas berdasarkan bukti-bukti dan penelitian ,wawancara monitoring, pemeriksaan, dan pertimbangan yang telah dilakukan oleh KPPU:
a.         Ketentuan dalam pasal 22 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Praktek  Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat , menyatakan:
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan suatu pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”.
Hal ini jika dikaji menggunakan pendekatan hukum persaingan usaha, maka dapat dikaji dengan pendekatan Rule Of reason, dibutuhkan pembuktian dari segi ekonomi hukum dan dampak secara umum,  dalam pasal 22 tersebut ditegaskan bahwa persekongkokolan tender dapat terjadi tidak hanya antar pelaku usaha, tetapi juga pihak lain. Unsur bersekongkol sendiri kerjasama antar dua pihak, secara terang-terangan atau diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lain.
            Sebagaimana Unsur dan karakteristik diatas ,Unsur dalam Pasal tersebut dalam menjalankan kegiatan usahanya PT. Indomarco Pristama tidak melakukan pasokan kepada pihak lain kecuali hanya sebagai pengecer, serta tidak ditemukan perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak lain yang menerima barang dan ataujasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu, Namun Majelis Komisi menemukan fakta adanya perjanjian tertulis antara PT. Indomarco Adi Prima dengan PT. Goro Bhatara, namun dalam hal ini tidak ditemukan bukti atas PT. Indomarco parimatama sendiri, bukti lainnya adalah Dalam hal ini PT. Indomarco Pristama merupakan sebagian dari pelaku usaha dalam bidang kegiatan usaha eceran yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi, baik ditinjau dari segi jumlah usaha dan volume penjualannya mempunyai posisi lebih tinggi dari pengecer lainnya, dalam unsur kedua PT. Indomarco Pristama tidak memenuhi unsur karena PT. Indomarco Pristama bukan satu-satunya perusahaan pengecer yang mempunyai kemampuan keuangan lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan pengecer kecil yang lain, dalam akses pemasokan barang PT. Indomarco Pristama namun bukan satu-satunya pelaku usaha yang mempunya akses serupa artinya pelaku usaha lain juga sama mempunya suatu akses pemasok barang, karena itu tuduhan pada PT. Indomarco Pristama atas pelanggaran Pasal 22 yaitu persekongkola tidak relevan.
b.         Menimbang bahwa Pasal 25 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dinyatakan:
Ayat (1): "Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk: a) menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau b) membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau c) menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan";
Ayat (2): "Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud Ayat 1 apabila: a) satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; atau b) dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu"    
Pelaku usaha sebagaimana diungkap dalam pasal diatas dalam pokoknya harus memenuhi:
1.      Suatu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
2.      Suatu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertsentu.
            Hal ini jika dikaji dengan menggunakan pendekatan hukum persaingan usaha, maka dapat dikaji dengan pendekatan Per se ilegal, Tidak ditemukan bukti-bukti Terlapor mempunyai posisi dominan karena tidak menguasai pangsa pasar 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu dan tidak menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu, sehingga pasal ini dinialai tidak relevan. Walaupun PT, Indomarco berbentuk waralaba dan mempunyai banyak toko dalam hal ini tidak lantas menguasai pasar artinya tidak disemua pasar PT. Indomarco Pristama menepati posisi dominan.  
c.     Sebagaimana dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, menyatakan:
Ayat (1): "Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak lain yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu."
Ayat (2): "Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok;
Ayat (3): " Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dana atau jasa dari pelaku usaha pemasok: (a) harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau (b) tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok";
            Hal ini jika dikaji dengan menggunakan pendekatan hukum persaingan usaha, maka dapat dikaji dengan pendekatan Per se ilegal ,Dalam hal ini PT . Indomarco Pristama (Terlapor) hanya melakukan perdagangan eceran yang langsung melayani konsumen akhir, dan tidak melakukan penjualan dengan cara lelang atau tender. Dengan demikian Terlapor tidak melakukan kegiatan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Dan tidak ditemukan cukup bukti bahwa Terlapor melakukan persengkokolan dengan pihak lain.
            Berdasarkan jenis dari putusan ini adalah laporan dan insatif dari Komisi KPPU sendiri setelah dilakukan monitoring dan penelitian atas dasar kewenangannya , maka sebagaimana laporan yang diberikan saksi pelapor dengan ketentuan pasal-pasal yang telah diIndikasikan dilanggar (pasal 22, pasal 25, pasal 15 UU. No. 5 tahun 1999 ) namun tidak terbukti dan tidak memiliki bukti yang cukup sehingga dalam hal ini Komisi KPPU dengan ketentuan fakta-fakta yang ada yaitu mengingat telah dilakukannya monitoring dan pengawasan maka :
1.      Selain ketentuan yang terkandung dalam pasal 25 tentang posisi dominan, yang merupakan bagian dari posisi dominan sendiri adalah adanya jabatan rangkap dan kepemilikan saham yang dominan. KPPU dalam melakukan monitoring dan pengawasan menemukan bukti berasarkan dokumen dan saksi-saksi.
 Bahwa saham Terlapor sebesar 49% adalah dimiliki oleh PT. Indomarco Perdana. Disamping itu PT. Indomarco Perdana juga bertindak sebagai pemasok. Terlapor memegang jabatan rangkap selaku Direktur Utama di Terlapor juga sebagai Direktur Utama PT. Indomarco Perdana. Dengan demikian antara Terlapor dengan PT. Indomarco Perdana dimungkinkan terjadi hubungan manajemen yang dapat berakibat persaingan tidak sehat. Disamping itu Terlapor mempunyai hubungan sejarah, bahwa Terlapor pernah menduduki jabatan Direktur Utama di PT. Indomarco Adi Prima sebagai pemasoknya sejak tahun 1988 hingga tanggal 1 April tahun 2000 sebelum PT. Indomarco Adi Prima diambil alih oleh PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. sebagai pabrikan. Sedangkan sampai saat ini PT. Indomarco yang secara manajemen dikuasai oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. tetap sebagai pemasok Terlapor untuk produk-produk Indofood. Berkaitan dengan itu Majelis Komisi menduga adanya kemungkinan integrasi vertikal yang dilakukan oleh sejumlah pelaku usaha yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, hal ini dapat diduga melanggar Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan'Persaingan Usaha Tidak Sehat).
       Penyebab posisi dominan adanya barrie to entri dan proses integrasi vertikal (sebagaimana pasal 26) suatu usaha bisnis yang menjadi raksasa dan lahir dari penguasaan atas sampai pada tingkat distribusi, dalam hal ini dapat ditemukan adanya keterkaitan sejarah, baik dalam kepemilikan saham maupun rangkap jabatan yang berada dalam pasar yang sama  hal ini dapat dikatakan penguasaan dengan jabatan rangkap secara vertikal.
2.      Bahwa telah terjadi adanya suatu perjanjian tertutup antara PT. Indomarco Adi Prima dengan PT. Goro Batara Sakti yang berisi bahwa penerima pasokan tidak diperkenankan menjual atau memasok kembali kepada pihak tertentu. Oleh karena itu Majelis menduga adanya pelanggaran Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
       Artinya adalah pasal ini melarang adanya bentuk kesepaktan yang mengikat secara ekslusif baik mengenai kontrak penjualan atau kewajiban meakukan pemasok ekslusif. Dalam hal ini ada keterkaitan antara PT Indomarco Adi Pratama dengan Terlapor yaitu PT. Indomarco Prismatama, yaitu keterkaitan kepemilikan saham.

3.      Sebagimana dalam pasal 2 UU. No. 5 tahun 1999 tentang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“ Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum”
            Dalam hal ini PT. Indomarco Pristama (Terlapor) dalam menjalankan usahanya melalui swalayan indomaret milik sendiri ataupun berdasarkan waralaba, telah melakukan pemasaran dengan diskon 40 item produk tiap bulannya dalam jangka waktu dua minggu, membuka pelayanan lebih awal, perizinan dan lokasi tempat usaha yang kurang tepat yaitu didekat perumahan dan merupakan lokasi yang banyak perusahan dagang atau pasar yang masih menggunakan mekanisme tradisional sedangkan PT. Indomarco Prismata menerapkan sistem 4p (produk, price, place dan Promotion) tentunya para usaha dengan sistem Tradisional tidak dapat mengikutinya, sehingga pengusaha kecil didekatnya mengalami kemunduran dalam usahanya. Dimana usaha-usaha atau pedagang kecil didekat swalayan indomaret ini kalah dalam bersaing karna berbagai hal diantaranya karena sumber daya Manusia maupun sumberdaya pemodalan yang masih tidak termenejemen dengan baik.
1.         Sebagimana dalam pasal 3 UU. No. 5 tahun 1999 tentang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yaitu:
        Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk:
a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagal salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;
c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.”
            Ketentuan pasal ini merupakan tujuan dari pembentukan Undang-Undang ini sendiri, yaitu adanya kepentingan umum, efisiensi ekonomi yang mengarah pada ekonomi kesejahteraan dengan memperhatikan keberlangsungan bersama antara pengusaha besar, menengah dan pengusaha kecil.
            Jadi PT. Indomarco Pristama dalam putusannya terbukti tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dalam pasal 2 dan pasal 3 UU. No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang merupakan asas dan tujuan undang-undang ini sendiri.

3.2  Dampak Putusan Nomor  03/KPPU-L-I/2000 terhadap pelaku  usaha yang lain dan masyarakat secara Umum.
       Perkembangan perekonomian yang pesat dewasa ini diikuti dengan peningkatan persaingan antar perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk semakin cerdik dalam memanfaatkan pangsa pasar dalam pemasaran agar dapat mencapai tujuan pemasaran yang telah dipilih sehingga usaha yang telah dilakukan dapat diselenggarakan secara efektif. Namun adakalanya dalam melakukan kegiatan usaha hanya mempioritaskan keuntungan pribadi kurang memperhatikan lingungan sekitar, begitu pula yang terjadi pada kegiatan usaha yang dilakukan oleh PT. Indomarco Prismatama, dimana dalam putusan PKPU tersebut disinyalir adanya praktek usaha yang tidak mengindahkan domokrasi ekonomi sebagaimana yang dituangkan dalam pasal 2 dan 3 dalam Undang-Undang  Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat.
       Atas landasan diatas, ada dampak-dampak yang merupakan akibat adanya putusan ini, yaitu Putusan Nomor  03/KPPU-L-I/2000 pada tanggal 4 juli 2001 telah mamapu memberi dampak dari berbagai aspek, baik sosial maupun dari segi yuridis.
 Pertama, dampak dari putusan yang mendorong pemerintah mebentuk suatu regulasi sehingga adanya batasan terhadap menjamurnya swalayan moderen dalam hal ini PT Indomarco prismatama baik toko swalayan milik sendiri maupun waralaba yang menyebabkan ketidak seimbangan terhadap dunia usaha, adanya terobosan hukum (legal breakthrough) ini mempertimbangkan kepentingan Pelaku Usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil .
       Dengan adanya putusan ini mendorong terbentuknya Perpres Nomor 112 tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Dan Peraturan daerah Nomer 2 tahun 2002 tetang Perpasaran  swasta didaerah khusus Ibu kota Jakarta. Dengan adanya regulasi tersebut perizinan pendirian Swalayan Moderen akan dapat menyeimbangkan antara swalayan moderen dan pedagang traisional sendiri ataupun pungusaha lain yang ada disekitar dimana swalayan moderen itu berada, Sehingga adanya regulasi ini juga sebagai tolak ukur dari dampak sosial yang akan diketahui terlebih dahulu, Karena bentuk usaha ini adalah usaha modal besar dan ini harus diatur.
Kedua yaitu dampak sosial, dimana dengan berkembang dan menjamurnya swalayan moderen berakibat juga terhadap lingkungan sekitarnya, baik terhadap konsumen terutama terhadap Pelaku usaha lain. Dalam putusan tersebut komisi menemukan adanya keresahan sosial yang disebabkan oleh praktek usaha, Terlapor disamping dugaan pelanggaran sebagaimana yang dilaporkan atas Pasal 15, Pasal 22, dan Pasal 25 Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Keresahan sosial yang dimaksud adalah persaingan yang terjadi antara pelaku usaha besar dengan pelaku usaha kecil yang menimbulkan gangguan keseimbangan yang berpotensi menurunkan kesejahteraan pelaku usaha kecil. Disamping itu juga disebabkan oleh hal-hal berkaitan dengan perizinan usaha, lokasi usaha, jam pelayanan, dan tata ruang yang berasaska kepentingan secara terpadu guna mewujudkan keseimbangan kepentingan, dari hal itu juga, dalam amar putusan tersebut  diharapkan mempunyai dampak pada perkembangan pelaku  usaha disekitar swalayan  moderen dengan mendapatkan pembinaan dan pengetahuuan seharta informasi yang terbuka dalam bidang usaha selain itu PT.  Indomarco Prismatama dituntut untuk melibatkan masyarakat setempat dalam  memperbesarkegiatan waralabanya. Intinya, perspektif KPPU dalam putusan ini adalah agar diterapkanya demokrasi ekonomi dan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dengan  kepentingan  umum.


BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
       Analisis Putusan Nomor 03/Kppu-L-I/2000 Tentang Indikasi Perbuatan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh PT Indomarko Prismatama Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah sesuai. Dalam permohonannya saksi pelapor mengindikasikan adanya pelanggarang terhadap Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat yaitu sebagaimana dalam pasal 1 ayat 4 ayat 8 mengenai Posisi dominan dan persekokongkolan menguasai pasar sehingga dapat dirumuskan sebagai pelanggaran dalam ketentuan pasal-pasal 1 ayat 4, pasal 22, pasal 25 Dn pasal 15 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Berdasarkan bukti-bukti dan penelitian ,wawancara monitoring, pemeriksaan, dan pertimbangan yang telah dilakukan oleh KPPU:
a. Ketentuan dalam pasal 22 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Monopoli. PT. Indomarco Pristama tidak melakukan pasokan kepada pihak lain kecuali hanya sebagai pengecer, serta tidak ditemukan perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak lain yang menerima barang dan ataujasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu. karena itu tuduhan pada PT. Indomarco Pristama atas pelanggaran Pasal 15 tidak relevan.
b. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam hal ini PT . Indomarco Pristama (Terlapor) hanya melakukan perdagangan eceran yang langsung melayani konsumen akhir, dan tidak melakukan penjualan dengan cara lelang atau tender. Dan tidak ditemukan cukup bukti bahwa Terlapor melakukan persengkokolan dengan pihak lain.
c. Pasal 25 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tidak ditemukan bukti-bukti Terlapor mempunyai posisi dominan karena tidak menguasai pangsa pasar 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu dan tidak menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu, sehingga pasal ini dinialai tidak relevan.
Putusan Nomor  03/KPPU-L-I/2000 pada tanggal 4 juli 2001 telah mamapu memberi dampak dari berbagai aspek, baik sosial maupun dari segi yuridis. Pertama, dampak dari putusan yang mendorong pemerintah mebentuk suatu regulasi. Dengan adanya putusan ini mendorong terbentuknya Perpres Nomor 112 tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Dan Peraturan daerah Nomer 2 tahun 2002 tetang Perpasaran  swasta didaerah khusus Ibu kota Jakarta. Kedua yaitu dampak sosial, dimana dengan berkembang dan menjamurnya swalayan moderen berakibat juga terhadap lingkungan sekitarnya, baik terhadap konsumen terutama terhadap Pelaku usaha lain. Keresahan sosial yang dimaksud adalah persaingan yang terjadi antara pelaku usaha besar dengan pelaku usaha kecil yang menimbulkan gangguan keseimbangan yang berpotensi menurunkan kesejahteraan pelaku usaha kecil.  
4.2 SARAN
       Salah satu tantangan dalam berbisnis adalah bermunculannya pesaing dalam bisnis serupa. Maka dari harus punya bekal untuk menghadapi persaingan ini agar tak kalah saing. Untuk itu diharapkan ada beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk menghadapi persaingan bisnis oleh pelaku usaha ritel tradisional, antara lain :
1.    Konsep yang matang
Menjalankan bisnis tak hanya butuh ide dan passion semata. Namun, sebuah konsep bisnis yang matang juga sangat diperlukan. Konsep bisnis yang matang akan membantu Anda untuk bisa mengenali berbagai potensi dan pangsa pasar yang ingin dituju dalam bisnis. Selain itu konsep bisnis matang juga akan membuat bisnis bisa berjalan lebih maksimal.
Dalam menentukan konsep bisnis, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain, selera masyarakat, karakteristik atau gaya hidup masyarakat, daya beli, sumber bahan baku, sampai adanya bisnis sejenis. Pertimbangan ini akan membantu untuk menentukan sukses atau tidaknya bisnis yang dilakukan.
2.    Perencanaan matang
Konsep bisnis yang matang, akan membantu untuk membuat perencanaan bisnis yang juga matang. Dalam berbisnis tak bisa asal - asalan karena dalam berbisnis karena mempertaruhkan investasi yang cukup banyak. Jika perencanaan tak matang, semuanya akan sia - sia dan rugi besar. Dalam perencanaan yang matang, sebuah business plan harus dibuat.
Yang termasuk dalam business plan ini antara lain: menjabarkan konsep bisnis, visi misi, rencana promosi, rencana pemasaran, karyawan, rencana pengaturan keuangan, sampai dengan menentukan analisis risiko yang mungkin dialami dalam bisnis. Dengan adanya perencanaan yang matang, Anda bisa menentukan jalan keluar atau solusi atas setiap masalah yang mungkin akan dihadapi, termasuk menghadapi persaingan bisnis serupa.
3.    Evaluasi dan inovasi.
Persaingan dengan bisnis yang sejenis seringkali tak bisa dihindari. Namun sebenarnya persaingan ini bisa membuat Anda jadi lebih kreatif untuk berkreasi. Dengan persaingan akan membuat Anda jadi lebih inovatif untuk menciptakan sebuah nilai tambah dalam produk yang dijual. Inovasi yang dilakukan dalam berbagai sisi akan menarik pelanggan untuk melirik produk Anda dibanding pesaing.
Selain inovasi, diperlukan juga evaluasi terhadap kelangsungan bisnis. Anda tak bisa begitu saja tutup mata dalam menjalankan bisnis, sebuah evaluasi terhadap kekurangan dan nilai lebih dalam berbisnis juga diperlukan untuk semakin memajukan bisnis yang dilakukan
4.    Perluasan pasar.
Untuk menghadapi persaingan bisnis, salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan memperluas pasar produk. Perluasan pasar produk ini bisa berarti memperluas fokus dan target market yang disasar. Misalnya, jika awalnya hanya menjual varian makanan pedas yang diperuntukan untuk orang dewasa, tak ada salahnya untuk membuat varian menu baru yang bisa dinikmati oleh anak-anak. Perluasan pangsa pasar ini juga akan menambah pendapatan sekaligus memberi nilai tambah pada pelanggan terhadap produk yang dijual. Selain memperluas pangsa pasar, perluasan pasar juga bisa dilakukan dengan membuka cabang-cabang usaha baru. Cabang usaha baru ini akan membantu untuk menguasai pasar usaha sejenis. Namun, sebelum melakukan perluasan cabang sebaiknya sistem usaha sudah kuat dan stabil.
5.    Standarisasi.
Memiliki banyak cabang usaha memang bisa membantu mengatasi persaingan ketat dalam bisnis. Hanya saja yang harus diperhatikan adalah kesamaan varian produk yang dijual disemua cabang yang dimiliki. Standarisasi ini perlu dilakukan agar pelanggan tak kecewa ketika membeli produk tersebut di cabang - cabang usaha.
6.    Sistem.
Sebuah sistem usaha yang kuat akan membantu usaha agar bisa bertahan lebih lama dan mendapat keuntungan yang diinginkan. Buat sistem usaha yang stabil dan kuat. Setelah pondasi usaha dirasa kuat, maka lakukan perluasan pasar dengan berbagai sistem usaha yang diinginkan, misalnya membuka cabang, sampai franchise. Dengan sistem usaha yang kuat dan konsisten akan menjadi nilai positif bagi para investor yang tertarik berbisnis dengan yang dilakukan.
Selain poin-poin diatas, adanya peran pemerintah terutama pemerintah daerah memliki peran penting untuk memajukan usaha ritel tradisional dengan adanya regulasi yang tepat untuk menyejahterahkan semua pelaku usaha.




DAFTAR PUSTAKA

Mustafa kamal Rokan. 2010. Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di Indonesia. Rajawali Pers:Jakarta
Rachamadi Usman. 2004.Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Gramedia Pusraka Utama:Jakarta
Katalog KPPU priode 2000-2009
Putusan No. 03/KPPU-L-I/2000
Undang-Undang Nomor  5 Tahun 1999  Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.



[1] Putusan No. 03/KPPU-L-I/2000
[2] Ibid
[3][3] Mustafa Kamal Rokan. Hukum Persaingan Usaha. Hlm 136
[4] Rachmadi Usman. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia.Hlm.80
[5] Op.cit hlm 72

[6] Ibid.hlm.78
[7] Katalog KPPU priode 2000-2009